Perkembangan media sosial telah menghadirkan ruang baru bagi ekspresi sosial generasi muda, termasuk melalui penggunaan tagar seperti #KaburAjaDulu. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana generasi muda etnis Tionghoa Indonesia memaknai tagar tersebut sebagai bentuk gerakan sosial yang memberikan respons terhadap kondisi sosial-politik nasional. Etnis Tionghoa dipilih karena memiliki sejarah panjang dan memiliki stereotip apolitis dalam wacana kebangsaan, yang menjadikan keterlibatan mereka dalam diskursus publik penting untuk dikaji lebih lanjut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif interpretatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 13 informan berusia 18– 27 tahun yang aktif di media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna terhadap tagar ini bervariasi, mulai dari simbol protes terhadap stagnasi sistem, aspirasi mobilitas global, hingga bentuk refleksi identitas sebagai kelompok minoritas. Meskipun keterlibatan mereka cenderung hati-hati, ruang digital dimanfaatkan sebagai sarana negosiasi identitas dan kritik sosial secara tidak langsung. Kesimpulannya, #KaburAjaDulu tidak hanya mencerminkan keresahan generasi muda, tetapi juga menjadi cermin dinamika komunikasi dan representasi diri etnis Tionghoa di era digital. / The development of social media has opened up new spaces for youth to express themselves socially, including through the use of hashtags such as #KaburAjaDulu. This study aims to understand how young Chinese-Indonesians interpret the hashtag as a form of social movement in response to national socio-political conditions. The Chinese-Indonesian community was chosen due to its long history and prevailing apolitical stereotypes within national discourse, making their engagement in public conversations important to explore further. Using a qualitative interpretive approach, data were collected through in-depth interviews with 13 informants aged 18 to 27 who are active on social media. The findings reveal that the meanings attributed to the hashtag vary, ranging from a symbol of protest against systemic stagnation, aspirations for global mobility, to a form of identity reflection as a minority group. Although their involvement tends to be cautious, digital spaces are utilized as arenas for identity negotiation and indirect social critique. In conclusion, #KaburAjaDulu not only reflects the concerns of the younger generation but also illustrates the dynamics of communication and self- representation among Chinese-Indonesians in the digital era.