Di Indonesia, perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang mendefinisikan perbuatan melawan hukum sebagai setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang menyebabkan kerugian pada orang lain, menimbulkan kewajiban hukum bagi pelaku untuk memberi ganti rugi pada korban. Skripsi ini membahas tentang kasus-kasus dimana perbuatan melawan hukum menjadi dasar tuntutan antara perusahaan penerbangan di Indonesia dengan penumpang mereka. Sengketa tersebut termasuk keterlambatan penerbangan, bagasi hilang, pembatalan penerbangan, serta kasus lainnya. Meskipun ada mekanisme lain dalam tuntutan ganti rugi seperti melalui badan arbitrase yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau dengan berdasarkan undang-undang spesifiknya, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang diamandemen dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 92 Tahun 2011, dan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia. Penulis membahas bahwa tuntutan atas dasar perbuatan melawan hukum adalah mekanisme terbaik dalam menjamin ganti rugi yang adil bagi korban. Hal ini dilakukan dengan menganalisis beberapa kasus antara perusahaan penerbangan dengan penumpangnya, serta mengaitkannya dengan tiga tujuan hukum, yaitu: (i) keadilan, (ii) kepastian, dan (iii) kemanfaatan. Pada akhirnya, Penulis mencapai konklusi bahwa tuntutan perbuatan melawan hukum pada saat ini merupakan cara terbaik bagi korban untuk menuntut ganti rugi yang adil, selagi tetap memenuhi ketiga tujuan hukum tersebut.