Lingkungan hidup berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Namun dalam memenuhi kebutuhannya, seringkali timbul masalah bagi lingkungan hidup, karenanya diperlukan suatu regulasi yang kuat untuk menjaga dan melindungi keutuhan lingkungan hidup. Di Indonesia, hal ini sudah tertuang secara lengkap melalui UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Tetapi, bersamaan dengan permasalahan hukum lainnya, masalah utama yang kerap kali terjadi adalah tentang bagaimana undang-undang tersebut diterapkan dalam suatu kasus. Di mana dalam hal ini, dilakukanlah analisa lebih lanjut antara hukum yang berlaku dengan Putusan MA No.2095/K/Pdt/2015 tentang Perbuatan Melawan Hukum dalam lingkungan hidup. Dalam melakukan analisa, digunakan lah metode penelitian normatif melalui pendekatan kasus, dan pendekatan undangundang. Dimana selanjutnya melalui penelitian tersebut, ditemukan bahwa putusan ini tidak sesuai karena tergugat dapat dinyatakan bersalah di mata hukum, dan membayar ganti rugi atas perbuatannya. Adapun kesalahan tergugat terbukti melalui perbuatannya dalam membuka lahan dengan cara membakar, yang mana hal ini masuk ke dalam ranah perbuatan melawan hukum. Terlebih, tergugat sesungguhnya tetap harus dinyatakan bersalah melalui asas tanggung jawab mutlak. Serta dalam keadaan apapun, putusan hakim seharusnya tetap berpihak pada perlindungan lingkungan hidup melalui penerapan asas in dubio pro natura. Oleh sebab itu, tergugat telah sepantasnya membayar ganti rugi atas kerugian yang telah disebabkan oleh perbuatannya. Maka dapat disimpulkan bahwa putusan hakim yang memenangkan tergugat sesungguhnya kurang tepat dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Adapun melalui kasus ini dapat ditarik suatu pembelajaran bahwa penugasan Ketua Hakim Agung harus disesuaikan dengan bidang spesifikasinya agar dapat menerapkan hukum dengan kompeten, dan sesuai dengan jalur logika hukum tersebut.