Pajak merupakan kontribusi yang bersifat krusial dalam meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan infrasatruktur dan kesejahteraan masyarakat. Namun pengenaan pajak juga harus mengikuti peraturan demi menciptakan retribusi secara merata. Indonesia dan Jepang adalah dua negara yang memiliki hubungan yang erat sejak dahulu dimulai dari nilai sejarah yang tinggi dan berlanjut hingga hingga sekarang dengan hubungan perekonomian internasional yang terjalin. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki banyak investasi dengan menempatkan perusahaan mereka di Indonesia berserta perusahan-perusahaan afiliasi Jepang. Hal ini secara otomatis membuat perusahaan Indonesia membuat banyak transaksi internasional dengan pihak perusahaan Jepang. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda memiliki peran yang penting untuk memberikan kemudahan bagi pihak asing yang memiliki aset di negara Indonesia. Jika dua negara telah menandatangani perjanjian penghindara pajak berganda, maka dalam hal pengenaan pajak terhadap bunga, peraturan ini akan menyediakan nilai bunga yang lebih kecil dibandingkan dengan negara yang tidak memiliki perjanjian tersebut dengan Indonesia. Seperti diatur dalam Pasal 11 Tax Treaty antara Indonesia dan Jepang. Penerapan perjanjian ini memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak luar negeri, dimana jika persyaratan tersebut tidak bisa dipenuhi, maka wajib pajak akan dijadikan subjek Pasal 26 Pajak Penghasilan. Penelitian ini menggunakan metode normatif untuk mendalami dan menganalisa prosedur bagaimana pengenaan pajak terhadap bunga di dalam Tax Treaty dan Pasal 26 atas Pajak Penghasilan.