Di era globalisasi, merek mempunyai peran yang penting dan signifikan dalam kegiatan perdagangan internasional. Diantaranya, sebagai daya pembeda, perlindungan konsumen, simbol prestise, dan sebagai aset yang berharga. Oleh karena itu, merek penting untuk dilindungi. Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam World Intellectual Property Organization (WIPO). Dalam usahanya meningkatkan perlindungan merek, Indonesia telah meratifikasi beberapa persetujuan internasional tentang merek. Beberapa diantaranya adalah Perjanjian TRIPS, Konvensi Paris, dan Trademark Law Treaty. Perkembangan hukum merek di Indonesia juga tampak dari pergantian atau amandemen terhadap hukum merek, dalam tiga dekade terakhir ini. Salah satu kasus merek fenomenal di Indonesia adalah kasus pembatalan merek Cap Kaki Tiga. Kasus ini merupakan sengketa antara Wen Ken Drug dengan Russel Vince, seorang warga negara Inggris yang menggugat dengan dasar kemiripan logo Cap Kaki Tiga dengan lambang negara Isle of Man. Penulisan skripsi ini difokuskan pada kajian yuridis normatif tentang bagaimana hukum merek di Indonesia (dalam hal ini UU No. 20 Tahun 2016) mengatur pembatalan merek yang menyerupai lambang negara. Selanjutnya, bagaimana peraturan tersebut diimplementasikan dalam putusan Mahkamah Agung No. 582 K/Pdt.Sus-HaKI/2013. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekurang-kurangnya 13 alasan pembatalan merek. Salah satunya adalah jika merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai lambang suatu negara. Adapun kesimpulannya adalah Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 telah mengatur norma pembatalan merek yang menyerupai lambang negara. Adapun dalam prakteknya, melalui putusan Mahkamah Agung No. 582 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tampak bahwa peraturan tentang pembatalan merek yang menyerupai lambang negara telah diterapkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang.