Persaingan Usaha adalah produk hukum yang meregulasikan larangan-larangan penting dalam persaingan usaha tidak sehat. Produk hukum tersebut membantu suatu negara untuk mempunyai ekonomi dan aktifitas bisnis yang sehat untuk mencapai suatu kesejahteraan negara. Penetapan harga dalam Pasal 5 Undang=Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah salah satu contoh perjanjian yang dilarang, dimana larangan tersebut mencegah para pelaku usaha untuk menetapkan harga atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen. Skripsi ini akan mengulas kasus nomor: 04/KPPU-I/2016 yang menduga adanya penetapan harga yang dilakukan oleh Yamaha Motors Indonesia dan Astra Honda Motors. Dugaan tersebut berasal dari adanya bukti surat elektronik dan bukti adanya pertemuan antara para terlapor yang diperlihatkan oleh Tim Investigator KPPU. Keputusan Majelis Hakim menjatuhkan sanksi kepada kedua terlapor karena dinyatakan melakukan penetapan harga. Penulis dalam skripsi ini akan menganalisa kasus tersebut dan menjawab persoalan mengenai apakah keputusan dan pertimbangan Majelis Hakim sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi KPPU Nomor 4 Tahun 2011. Akan dilakukan anlisa normatif yang bersifat kualitatif, serta penulis akan menggunakan pendekatan statue approach dan case approach untuk memahami implementasi peraturan undang-undang yang berlaku dalam kasus tersebut. Dalam analisa tersebut, penulis melihat bahwa pelanggaran yang telah dinyatakan oleh Majelis Hakim sangatlah tidak sesuai undang-undang, dimana unsur Pasal 5 mengenai penetapan harga tidak terpenuhi secara kumulatif. Sebagai kesimpulan, penulis berpendapat bahwa para terlapor seharusnya tidak dijatuhkan sanksi berdasarkan pelanggaran pasal 5 ayat 1 mengenai penetapan harga.