Minimnya perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum dalam tahap investigasi di deskripsikan dengan adanya keterangan yang diberikan oleh para pendamping hukum dari LBH Jakarta dan LBH Masyarakat. Minimnya konsep perlindungan anak dalam tahap investigasi anak yang berkonflik dengan hukum akhirnya mengabaikan penerapan diversi dalam tahap penyidikan yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”). Pemberian hak anak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU PA”) juga akhirnya diabaikan dan terdapat kesulitan pembuktian kekerasan yang dilakukan terhadap anak berkonflik dengan hukum dalam tahap investigasi, sehingga pemberlakuan sanksi terhadap pihak yang melakukan yang melakukan kekerasan terhadap anak berkonflik dengan hukum dalam tahap investigasi pun menjadi terabaikan. Penulis menggunakan metode normatif-empiris untuk penelitian ini dan ditemukan bahwa pelaksanaan yang dilakukan dalam praktik tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Penulis menyimpulkan bahwa KUHAP, UU SPPA, dan UU PA telah memberikan aturan yang sangat komprehensif terkait pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak berkonflik dengan hukum dalam proses investigasi. Yang menjadi penghalang bagi otoritas penyidik adalah minimnya edukasi mereka akan UU SPPA, para pendamping hukum juga akhirnya kesulitan untuk mendampingi anak yang berkonflik dengan hukum tersebut karena minimnya akses akibat dari kurangnya pengetahuan penyidik akan UU SPPA dan kesulitan dalam melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh para penyidik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Terdapat celah antara hukum yang sudah diatur secara komprehensif dan pelaksanaannya. Penulis berpendapat bahwa pihak kepolisian perlu memberikan pelatihan dan edukasi tambahan terkait UU SPPA dan untuk menambahkan unit lain yang memahami pelaksanaan peradilan terhadap anak. Jika pihak kepolisian telah seluruhnya memahami dan mengerti pelaksanaan peradilan pidana bagi anak dibawah umur, maka kesulitan yang dihadapi oleh pendamping hukum dapat diminimalisir.