Legal protection is guaranteed protection of the rights granted by law to those who qualify under the terms of a normative legal regulation which applies to all of society, including the Notary. Legal protection for Notary when viewed from the aspect of civil and penal law will be very different from the Law Notary since sanctions positions can not be found directly in Law Notary itself. Establishment of the authentic document must be based on Article 1320 of Act Civil law concerning the validity of a treaty terms and foremost is the deal, if the article violates the deed than it can be canceled or nullified, and they must pay attention to Article 38 of the ordinance deed Act No. 2 of 2014 amendments to the Act No. 30 of 2004 concerning Notary. In this study, data collection is done by using a normative juridical approach. The case that the Supreme Court's decided No. 81/ Pdt.G/ 2012/ PN.Kdi and by interviewing a number of Notary in Jakarta. The results of the research can be concluded that the legal actions carried out by the Plaintiff and Defendant are written into a deed which in this case is the Sale and Purchase Agreement (SPA) should be based on the terms of the validity of an agreement set out in the 1320 Act Civil Code, but the legal act that is defective due to defects in the legal validity of the agreement that the terms of their agreement that binds to and protection of the right of refusal Notary was considered not applied in the practice. Professionalism of a Notary is needed as a legal consultant. Implementation of sanctions for Notary can not fully provide guarantees for Notaries in carrying out his duties. / Perlindungan hukum merupakan jaminan perlindungan hak yang diberikan oleh hukum kepada mereka yang berhak secara normatif menurut ketentuan suatu peraturan hukum yang mana berlaku untuk semua masyarakat termasuk Notaris. Perlindungan hukum bagi Notaris apabila ditinjau dari aspek kepidanaan dan keperdataan akan sangat berbeda dengan Undang-undang Jabatan Notaris karena sanksi-sanksi jabatan tidak dapat ditemukan secara langsung dalam Undangundang Jabatan Notaris itu sendiri. Pembuatan akta otentik harus berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian dan yang paling utama adalah kesepakatan, apabila melanggar pasal tersebut maka akta dapat dibatalkan atau batal demi hukum, serta harus memperhatikan Pasal 38 tentang tata cara pembuatan akta Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan juga kasus yang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 81/Pdt.G/2012/PN.Kdi serta dengan mewawancarai beberapa Notaris di Jakarta. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat yang dituangkan ke dalam suatu akta yaitu dalam hal ini adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) harus berdasar pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), namun perbuatan hukum itu mengalami cacat hukum karena terjadi kecacatan pada syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri dan perlindungan bagi Notarispun mengenai hak ingkar terkesan tidak berlaku dalam prakteknya. Keprofesioanalan seorang Notaris sangat dibutuhkan dalam hal sebagai konsultan hukum. Implementasi mengenai sanksi-sanksi jabatan Notaris belum dapat sepenuhnya memberikan jaminan bagi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.