The 1945 Constitution of Indonesia, article 3 paragraph (1) stated that Indonesia is a nation based upon law. The existence of notary as a legal institution is founded upon the need of society to create authentic deed as binding evidence. Notary has the duty of not only creating authentic deed from all legal act, agreement and stipulation rendered by the law, but also to create law since the agreement between parties apply as a legal binding product between them. The responsibility of notary is deeply interconnected with the context of duty and authority whether in person or as a public official. He may also err when creating the deed. Upon examination, if proven, the deed may be relieved of its authenticity and declared null by law or revocable. In such event, parties may sue or prosecute the Notary due to loss arising from it. The State Court and Court of Appeal declared that the act of Dudi Salahudin as tort, and is in breach of the position of Notary and that the deed be declared null by law as result of civil and administrative sanction. The author believes and conclude that the criminal responsibility arising from the action of notary constitutes forgery and is liable to be punished by prison terms and administrative law, in which the Notary may not operate his premise until his terms are over. / Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia pasal 3 ayat (1) bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Keberadaan lembaga Notaris dilandasi oleh kebutuhan masyarakat dalam membuat akta otentik sebagai suatu alat bukti yang mengikat. Notaris tidak hanya bertugas membuat akta otentik semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, tetapi juga harus dapat berfungsi membentuk hukum karena perjanjian antara pihak berlaku sebagai produk hukum yang mengikat para pihak. Tanggung jawab notaris, berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan baik pribadi maupun pejabat umum. Notaris mungkin saja melakukan kesalahan atau kekhilafan dalam pembuatan akta. Apabila ini terbukti, akta kehilangan otentisitasnya dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Dalam hal ini menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan dengan akta tersebut, Notaris dapat dituntut secara pidana atau pun digugat secara perdata. Perbuatan yang dilakukan oleh Dudi Salahudin yang telah dikuatkan dengan Pegadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, bahwa Notaris terbukti bersalah dan mendapatkan sanksi perdata dan administratif dengan menjadikan akta tersebut batal demi hukum. Penulis beranggapan dan berkesimpulan bahwa pertanggungjawaban pidana yang harus dilakukan oleh seseorang yang melakukan tindak pidana notaris dalam tindak pidana pemalsuan yaitu sanksi berupa hukum berupa hukuman penjara dan sanksi administratif dimana apabila seorang Notaris yang ditahan oleh Kepolisian maka jabatannya diberhentikan sementara. Oleh karena itu apabila Notaris ditahan oleh Kepolisian maka kantor kenotariatannya berhenti sementara sampai Notaris tersebut keluar dari tahanan.