The implementation of marriage in Indonesia refers to Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. Base on Law, a husband with a wife holds a marriage with a premarital agreement made before the marriage takes place. This research is based on a case study of the Supreme Court's decision Number 598 PK/Pdt/2016, in matters concerning the consequences of premarital agreement that are not registered against the position of marital property and how legal protection for third parties against marriage agreements that are not registered.. The author in this study based on the normative juridical method, using primary data and secondary data and with qualitative data analysis. Based on the results of the study,it can be concluded that the consequences of premarital agreement that are not registered against the position of marital property only apply internally. That is, it does not apply to third parties, so that marriage property becomes joint property. In this case legal protection for third parties must refer to Article 29 paragraph (1) and Article 29 paragraph (4) in the form of premarital agreement must be registered at the Civil Registry Population Office. In such case, the third party has legal rights in the related premarital agreement. Registration of a premarital agreement is an absolute requirement so the notary is also responsible for explaining to both parties before making an agreement regarding the consequences that will arise if the premarital agreement is not registered. The author in the study also suggested that the notary be able to provide legal counseling to both parties who would make the premarital agreement. / Pelaksanaan perkawinan di Indonesia mengacu pada Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Berdasarkan Undang - Undang tersebut, seorang suami dengan seorang isteri melangsungkan perkawinan dengan perjanjian kawin yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Penelitian ini didasarkan pada studi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016, dalam permasalahan mengenai konsekuensi akta perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap kedudukan harta benda perkawinan dan bagaimana perlindungan hukum bagi pihak ketiga terhadap perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Penulis dalam penelitian ini mendasarkan pada metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder serta dengan analisis data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi akta perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap kedudukan harta benda perkawinan hanya berlaku secara internal saja. Artinya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga, sehingga harta benda perkawinan menjadi harta benda milik bersama. Dalam hal ini perlindungan hukum bagi pihak ketiga harus mengacu pada Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (4) berupa perjanjian kawin harus di daftarkan di Kantor Dinas Kependudukan Catatan Sipil. Dalam hal demikian, pihak ketiga memiliki hak hukum dalam perjanjian kawin yang bersangkutan. Pendaftaran perjanjian perkawinan menjadi syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis dalam penelitian juga menyarankan agar notaris dapat memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada kedua belah pihak yang akan membuat perjanjian kawin.