A simulation agreement is one or a series of actions in which two or more parties suggest that a certain legal action has taken place, but secretly agreed that between them there will not be an agreement or any legal consequences of the simulation carried out. The simulation agreement violates the legal conditions of an agreement contained in Article 1320 of the Civil Code. However, in practice, a simulation agreement made before a Notary as the authorized general official who makes an authentic certain agreement can still be found. As an example of this practice, the author uses Verdict Number 2442 K/Pdt/2016. This research is made using normative juridical research method that carried out by examining library material or secondary data upon the issues that is going to be studied. Based upon the analysis, it can be concluded that legal certainty of a simulation agreement made before a Notary is legally binding and is valid as a law that regulates parties within the agreement. Based on the court council, that notary deed cannot be categorized as a simulation agreement. In this case, the notary was guilty and responsible to pay the court fees jointly and severally among the other defendants. / Perjanjian simulasi adalah satu atau serangkaian perbuatan melalui mana dua atau lebih pihak mengesankan telah terjadi suatu tindakan hukum tertentu, padahal secara diam-diam disepakati bahwa diantara mereka tidak akan terbentuk perjanjian atau akibat hukum apapun dari simulasi yang dilakukan. Perjanjian simulasi tersebut melanggar syarat sahnya perjanjian yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akan tetapi pada praktiknya masih dapat ditemukan perjanjian simulasi yang dibuat di hadapan Notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu akta autentik perjanjian tertentu. Sebagai contoh adanya praktik tersebut, penulis menggunakan Putusan Nomor 2442 K/Pdt/2016. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Analisis atas permasalahan yang diteliti. Berdasarkan analisis, dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum perjanjian simulasi yang dilakukan di hadapan Notaris bersifat mengikat secara hukum dan berlaku sebagai hukum yang sah mengatur para pihak. Menurut Majelis Hakim Akta Notaris tersebut bukan perjanjian simulasi. Dalam kasus ini Notaris dianggap bersalah dan harus bertanggungjawab untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng bersama dengan tergugat lainnya.