Mr. Lee is an Indonesian citizen of Chinese descent, during his life he bought three pieces of land and buildings on it by using the name of his immature children. Then Mr. Lee made a deed of grant probate to the notary X, where the three land that has been purchased by Mr. Lee are included also in the legacy Mr. Lee. Then when Mr. Lee died, the heirs went Notary Y for information made heirs. Notary Y checks will in the Ministry of Justice and Human Rights and find out that there is a will of Mr. Lee. The problem discussed in this thesis is how the legal consequences of the deed grant probate containing the object will grant building land which is not in the name of the testator, and how to run the solution desired by the testamentary heir. With the conclusion that Article 966 BW set when the testator makes a will grant that contain certain goods belonging to someone else, this will grant was canceled. Grants will that void and of no force means invalidates the special arrangement desired by the testator and that from the beginning had never been born an engagement that is supposed to be born from the determination of the deed grants the will. In order to grant Mr. Lee will be able to run, Notary Y may facilitate the parties to bring together the five heirs to sign a statement of agreement so that the object of land and buildings owned they are divided by the last will grant deed heir by the will. Notary Y suggested that the parties make the agreement be notarized in order to minimize the possibility of conflict or lawsuit from one of the heirs to sue the implementation of the will grant at a later date. Advice from the author to the Notary who want to make a will is when the land certificate is not belong to heir, the Notary must reject the will grant deed because contrary to the Civil Code and may cause problems later. / Tuan Lee adalah seorang Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, semasa hidup Tuan Lee membeli 3 buah tanah dan bangunan di atasnya dengan menggunakan nama dari kelima anaknya yang belum dewasa. Kemudian Tuan Lee membuat akta hibah wasiat pada notaris X, dimana ketiga tanah yang sudah dibeli oleh Tuan Lee tersebut dimasukan juga di dalam harta peninggalan Tuan Lee. Kemudian pada saat Tuan Lee meninggal, para ahli waris mendatangi Notaris Y untuk dibuatkan keterangan ahli waris. Notaris Y melakukan pengecekan wasiat di Departemen Hukum dan HAM dan mengetahui bahwa terdapat wasiat dari Tuan Lee. Yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum terhadap akta hibah wasiat yang memuat obyek tanah bangunan yang bukan atas nama pewaris, dan bagaimana solusi untuk menjalankan wasiat yang dikehendaki oleh pewaris. Dengan kesimpulan bahwa Pasal 966 KUHPer mengatur bila pewaris menghibahwasiatkan barang tertentu milik orang lain, hibah wasiat ini adalah batal. Hibah wasiat yang batal dan tidak memiliki kekuatan berarti tidak berlakunya penetapan khusus yang dikehendaki oleh pewaris dan bahwa dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perikatan yang seharusnya lahir dari penetapan akta hibah wasiat tersebut serta tujuan pewaris membuat akta hibah wasiat tersebut adalah gagal. Agar hibah wasiat Tuan Lee dapat dijalankan, Notaris Y dapat memfasilitasi para pihak dengan mempertemukan kelima ahli waris tersebut untuk menandatangani pernyataan kesepakatan agar obyek tanah dan bangunan yang dimiliki mereka dibagi berdasarkan kehendak terakhir pewaris berdasarkan akta hibah wasiat tersebut. Notaris Y menyarankan agar para pihak membuat persetujuan tersebut secara notariil guna meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik atau gugatan dari salah satu ahli waris yang akan menggugat pelaksanaan hibah wasiat tersebut di kemudian hari. Saran dari penulis bagi Notaris yang hendak membuat surat wasiat adalah bila sertifikat tanah yang hendak dihibah wasiatkan oleh pewaris berbeda dengan nama pewaris Notaris harus menolak pembuatan akta hibah wasiat tersebut dikarenakan bertentangan dengan KUHPer dan dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari.