Emisi karbon merupakan masalah global yang perlu diperhatikan oleh seluruh negara di dunia. Pada tahun 2022 emisi karbon yang dihasilkan oleh dunia sebesar 36,8 gigaton. Dari jumlah tersebut, 83 persen disumbang oleh kendaraan berbahan bakar fosil seperti mobil, motor, dan truk. Emisi karbon tidak lagi hanya menjadi masalah dalam negeri saja, melainkan sudah menjadi masalah global yang memerlukan kerja sama setiap negara. Perjanjian Paris hadir sebagai sebuah hukum internasional dalam menurunkan tingkat emisi karbon dunia. Maka dari itu, setiap negara semakin gencar untuk menurunkan emisi karbon yang terus meningkat dengan mencari sektor energi terbarukan. Salah satunya menciptakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan alasan Korea Selatan memilih Indonesia dalam mengembangkan kendaraan listrik dan bagaimana kedua negara menunjukan komitmennya terhadap Perjanjian Paris. Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggunakan teori Neoliberalisme dengan konsep kerja sama internasional, hukum internasional dan kepentingan bersama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, serta data sekunder yang berasal dari sumber daring dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menemukan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang cukup banyak untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Juga, Indonesia adalah target potensial penggunaan kendaraan listrik. Selain itu, adanya dukungan pemerintah Indonesia seperti pembebasan ganjil-genap dan pemotongan pajak tahunan membuat pengguna mobil listrik meningkat setiap tahunnya. Namun, upaya pengembangan kendaraan listrik tidak menjawab langsung upaya pengurangan emisi karbon, karena di Indonesia, infrastruktur yang berkaitan langsung dengan kendaraan Listrik masih mengandalkan batu bara. Sebaiknya Indonesia dan Korea Selatan berfokus pada kerja sama yang memastikan infrastruktur pendukung kendaraan listrik menggunakan energi terbarukan./ Carbon emissions are a global problem that needs attention from all countries in the world. In 2022, carbon emissions produced worldwide will be 36.8 gigatons. Of this amount, 83 percent was contributed by fossil fuel vehicles such as cars, motorbikes, and trucks. Carbon emissions are no longer just a domestic problem but have become a global problem that requires cooperation from every country. The Paris Agreement exists as an international law to reduce world carbon emissions. Therefore, every country is becoming more aggressive in reducing carbon emissions, which continue to increase, by looking for renewable energy sectors. One of them is creating environmentally friendly electric vehicles. This research aims to explain why South Korea chose Indonesia to develop electric vehicles and how both countries demonstrate their commitment to the Paris Agreement. The thinking framework in this research uses Neoliberalism theory with the concepts of international cooperation, international law, and common interests. This research uses a qualitative approach with descriptive methods as well as secondary data sourced from online sources and literature studies. The research results found that Indonesia has quite a large natural resource potential for making electric vehicle batteries. Apart from that, support from the Indonesian government, such as odd-even exemptions and annual tax cuts, means that electric car users are increasing every year. However, efforts to develop electric vehicles do not directly address efforts to reduce carbon emissions because the infrastructure directly related to electric vehicles in Indonesia still relies on coal. Indonesia and South Korea should focus on cooperation to ensure that the infrastructure supporting electric vehicles uses renewable energy.