Perkembangan teknologi modern membawa perubahan dalam dunia hukum di Indonesia, salah satunya yakni penggunaan teleconference dalam memberikan keterangan (kesaksian) di persidangan dalam perkara pidana. Penggunaan teleconference ini merupakan terobosan positif dalam peradilan pidana di Indonesia, namun terobosan positif ini juga menimbulkan banyak kontroversi karena penyelenggaran teleconference dalam pemeriksaan saksi tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Akan tetapi kenyatannya sarana tersebut dipakai untuk pemeriksaan saksi dalam persidangan perkara pidana, di antaranya dalam perkara tindak pidana korupsi, pelanggaran HAM Berat, dan perkara tindak pidana terorisme. Berangkat dari hal tersebut penulis ingin mengkaji mengenai pemanfaatan teleconference di persidangan sebagai sarana untuk perlindungan terhadap saksi dan/atau korban dalam perkara pidana sebagai alat bukti yang sah. Terbentuknya Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan pilihan bagi saksi dalam memberikan kesaksian yang tidak harus hadir langsung di pengadilan tetapi dapat melalui sarana elektronik (Pasal 9). Pemeriksaan saksi melalui teleconference pada prinsipnya merupakan komunikasi secara interaktif di mana para pihak satu sama lain dapat berdialog (tanya/jawab) walaupun masing-masing berada di tempat yang berbeda dan dapat bertatap muka meskipun melalu monitor/layar, dengan demikian keterangan saksi yang disampaikan melalui teknologi teleconference di depan persidangan pada dasarnya adalah sama dengan keterangan saksi yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Selain itu penggunaan teleconference juga telah memenuhi asas-asas umum yang berlaku pada hukum acara pidana. Dengan demikian keterangan saksi melalui teleconference dapat dijadikan alat bukti yang sah sebagai alat bukti keterangan saksi. / The development of the technology has brought the change in the world, especially Indonesia. As the nation change, the law that has been used to rule the people also changed. One of the changes that have been infected by the modern technology in to law, is the use of the teleconference in providing the testimony in the criminal case. The used of the teleconference is a positive breakthrough in criminal justice in Indonesia, but this breakthrough also brought some controversy because he tools of the teleconference in the examination of witness is not provided in the Code of the Criminal Procedure. However, the given fact that the teleconference already been used in some of the criminal cases, including in case of the corruption, the gross human right violation, and terrorism. Departing from that the authors wanted to examine the use of teleconference in the trial as a means for the protection of witnesses and / or victims in criminal proceedings as valid evidence. Regulations Number 13 of 2006 on the Protection of Witnesses and Victims provides an option for the witness in giving testimony that should not appear in person in court but can be by electronic means (Article 9). Examination of witnesses through teleconference in principle is an interactive communication in which the parties can engage in dialogue with one another (question/answer), although each is in a different place and can meet up face to face through the monitor / screen, thus the witness testimony is conveyed through before the hearing teleconference technology is basically the same as the witness who provided for in Article 184 paragraph (1) Criminal Procedure Code. In addition it also has to meet by teleconference general principles applicable to the law of criminal procedure. Thus the witness testimony via teleconference may be used as valid evidence as statements of witness.