Dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, ormas keagamaan dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh IUPK. Pasal 83A dalam PP No. 25 Tahun 2025 serta Pasal 5A Perpres No. 76 Tahun 2024 memberikan jalan bagi ormas untuk mendapatkan penawaran WIUPK secara prioritas. Kebijakan ini menuai kontroversi karena memberikan perlakuan yang setara kepada organisasi keagamaan dengan badan usaha milik Negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), yang sebelumnya diprioritaskan dalam pengelolaan WIUPK. Pemberian prioritas tersebut memicu perdebatan mengenai potensi penyimpangan dari prinsip pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya difokuskan pada kemakmuran masyarakat secara luas, sesuai dengan mandat konstitusi dan prinsip negara kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legalitas pemberian izin usaha pertambangan mineral batubara khusus kepada organisasi masyarakat keagamaan serta menunjukkan berbagai pertentangan yang muncul akibat diberlakukannya pengaturan dalam PP No. 25 Tahun 2024 dan Perpres No. 76 Tahun 2024. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan, menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer seperti undang-undang dan bahan hukum sekunder dari berbagai jurnal, serta dianalisa secara kualitatif. Kebijakan pemberian IUPK prioritas kepada ormas keagamaan melanggar Pasal 75 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2020, di mana hanya BUMN dan BUMD yang mendapatkan IUPK secara prioritas. Hal ini melanggar prinsip lex superior derogat legi inferiori, di mana peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Selain itu, posisi badan usaha milik organisasi masyarakat keagamaan dalam regulasi ini menjadi tidak jelas, karena seharusnya dikategorikan sebagai badan usaha swasta yang harus mengikuti mekanisme lelang untuk mendapatkan IUPK. Kebijakan ini juga tidak sesuai dengan prinsip negara kesejahteraan, di mana UUD NRI 1945 mengamanatkan bahwa kekayaan alam dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Penolakan dari beberapa organisasi masyarakat keagamaan, seperti HKBP, KWI, dan PGI, menyatakan bahwa kegiatan pertambangan bukanlah ranah mereka. Berdasarkan delapan prinsip hukum Lon L. Fuller, salah satu prinsip yang dilanggar adalah bahwa hukum tidak boleh saling bertentangan, yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, kebijakan ini harus dibatalkan agar tidak mencederai keadilan dan kepastian hukum dalam dunia pertambangan. /In order to improve people's welfare, religious organizations can apply to obtain an IUPK. Article 83A in PP no. 25 of 2025 and Article 5A of Presidential Decree no. 76 of 2024 provides a way for mass organizations to obtain WIUPK offers on a priority basis. This policy has sparked controversy because it provides equal treatment to religious organizations with state-owned enterprises (BUMN) and regional-owned enterprises (BUMD), which were previously prioritized in managing WIUPK. This prioritization sparked debate regarding potential deviations from the principles of natural resource management which should be focused on the prosperity of society at large, in accordance with the constitutional mandate and the principles of the welfare state. This research aims to analyze the legality of granting special coal mineral mining business permits to religious community organizations and show various conflicts that arise as a result of the implementation of the regulations in PP No. 25 of 2024 and Presidential Decree no. 76 of 2024. The research method used is normative legal research with literature study, using secondary data in the form of primary legal materials such as laws and secondary legal materials from various journals, and analyzed qualitatively. The policy of granting priority IUPK to religious organizations violates Article 75 paragraph (3) of Law no. 3 of 2020, where only BUMN and BUMD get IUPK on a priority basis. This violates the principle the higher law overrides the lower law, where lower regulations must not conflict with higher laws. Apart from that, the position of business entities belonging to religious community organizations in this regulation is unclear, because they should be categorized as private business entities which must follow an auction mechanism to obtain an IUPK. This policy is also not in accordance with the principles of a welfare state, where the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that natural resources be managed by the state for the prosperity of the people. Rejection from several religious community organizations, such as HKBP, KWI, and PGI, stated that mining activities were not their domain. Based on Lon L. Fuller's eight principles of law, one of the principles that is violated is that laws should not conflict with each other, which creates legal uncertainty. Therefore, this policy must be canceled so as not to harm justice and legal certainty in the world of mining.