Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran budaya Tionghoa, Dayak, dan Melayu (TIDAYU) dalam membangun Singkawang sebagai kota paling toleran di Indonesia pada tahun 2018 oleh Setara Institute. Singkawang merupakan contoh nyata bagaimana keberagaman etnis dapat dikelola melalui akulturasi budaya sehingga tercipta harmonisasi antarkelompok. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi, penelitian ini mengkaji upaya pendidikan dalam menanamkan nilai toleran di sekolah-sekolah, khususnya melalui program pendidikan multikultural di SMP Bruder Singkawang. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan siswa, guru, serta kepala sekolah, dan dianalisis menggunakan teknik triangulasi untuk menjamin validitas hasil. Hasil validasi wawancara menunjukkan bawah pemerintah dan masyarakat saling merangkul tanpa memandang perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan sekolah yang menggabungkan unsur-unsur budaya Tionghoa, Dayak, dan Melayu melalui ekstrakurikuler, serta acara-acara budaya, memainkan peran penting dalam membangun sikap toleran di kalangan siswa. Tidayu berperan penting dalam menciptakan suasana toleran di Singkawan, khususnya di lingkungan pendidikan seperti SMP Bruder. Kurikulum sekolah dirancang untuk menekankan dan menghormati keberagaman budaya serta menggunakan berbagai strategi komunikasi antarbudaya untuk mempererat hubungan antaretnis dan menciptakan suasana harmonis. Budaya TIDAYU menjadi fondasi kuat dalam pembentukan karakter siswa untuk saling menghormati perbedaan, dengan dukungan dari kurikulum berbasis nilai Pancasila. Hasil temuan penelitian yang telah diperoleh melalui 5 orang narasumber, peneliti memperoleh temuan penelitian yang dijadikan sebagai model dalam penelitian ini yaitu terdapat hasil penelitian tentang cara komunikasi lintas budaya di SMP Bruder Singkawang menunjukkan bahwa sekolah tersebut menggunakan pendekatan yang menyeluruh untuk mempromosikan kerukunan dan mencegah konflik antar budaya./ This study aims to analyze the role of Tionghoa, Dayak, and Melayu (TIDAYU) cultures in establishing Singkawang as Indonesia's most tolerant city in 2018, according to the Setara Institute. Singkawang serves as a tangible example of how ethnic diversity can be managed through cultural acculturation to foster harmony among groups. Using a qualitative approach with a phenomenological method, this research examines educational efforts to instill values of tolerance in schools, particularly through multicultural education programs at SMP Bruder Singkawang. Data were collected through in-depth interviews with students, teachers, and the school principal and were analyzed using triangulation techniques to ensure the validity of the results. The validation of interview findings reveals that the government and the community embrace one another regardless of differences. The study's findings indicate that school activities incorporating elements of Tionghoa, Dayak, and Melayu cultures—through extracurricular programs and cultural events—play a vital role in fostering tolerance among students. TIDAYU plays a significant role in creating a tolerant atmosphere in Singkawang, particularly within educational settings such as SMP Bruder. The school curriculum is designed to emphasize and respect cultural diversity while employing various intercultural communication strategies to strengthen interethnic relationships and create a harmonious environment. TIDAYU culture serves as a strong foundation for shaping students’ character to respect differences, supported by a curriculum based on Pancasila values. Based on the findings from five interviewees, the research identified a model of intercultural communication practices at SMP Bruder Singkawang, demonstrating that the school adopts a comprehensive approach to promoting harmony and preventing intercultural conflicts.