Kasus Baiq Nuril menjadi salah satu contoh penting dalam perdebatan hukum dan keadilan di Indonesia, terutama terkait perlindungan terhadap korban pelecehan seksual secara verbal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelesaian kasus Baiq Nuril melalui perspektif keadilan dengan mengkaji pertimbangan hakim dalam Putusan No. 574 K/Pid.Sus/2018. Selain itu juga untuk mengetahui perlindungan hukum kepada Baiq Nuril pada Putusan tersebut dari perspektif keadilan. Penelitian ini menerapkan metode penelitian hukum normatif-empiris, yang menggabungkan analisis normatif hukum dengan pengumpulan data penyelidikan fakta-fakta yang relevan dengan studi kasus baiq Nuril yang ada dalam putusan Mahkamah Agung. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku,putusan pengadilandan teoriteori hukum. Pendekatan penelitian ini melalui pendekatan perundang- undangan dan pendekatan kasus pada Putusan No. 574 K/Pid.Sus/2018. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pertimbangan hakim terhadap kasus Baiq Nuril dalam Putusan tingkat pertama No.265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr menekankan pada konteks dan substansi dari tindakan yang dilakukan oleh Baiq Nuril, yang dianggap sebagai upaya untuk mempertahankan diri dan melindungi hak-haknya sebagai korban pelecehan seksual secara verbal. Putusan ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan kepentingan hukum dengan hak asasi manusia, serta menegaskan pentingnya perlindungan terhadap korban dalam proses hukum, sehingga keputusan hakim berfokus pada aspek keadilan dan kemanusiaan. Pertimbangan hakim kasasi menggunakan aliran legisme atau keadilan prosedural dalam UU ITE, sehingga membatalkan Putusan No.265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. Perlindungan hukum kepada Baiq Nuril dalam Putusan No. 574 K/Pid.Sus/2018 dari perspektif keadilan ini mencerminkan belum adanya ketentuan yang tegas hukumnya dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pelecehan seksual secara verbal dan perlindungan pekerja honorer yang bekerja di lembaga pemerintahan. / The Baiq Nuril case is an important example in the debate on law and justice in Indonesia, especially regarding the protection of victims of verbal sexual harassment. This study aims to analyze the resolution of the Baiq Nuril case through a justice perspective by examining the judge's considerations in Decision No. 574 K/Pid.Sus/2018. In addition, it is also to determine the legal protection for Baiq Nuril in the Decision from a justice perspective. This study applies the normative-empirical legal research method, which combines normative legal analysis with the collection of factual investigation data relevant to the Baiq Nuril case study contained in the Supreme Court decision. The type of data used is secondary data in the form of applicable laws and regulations, court decisions and legal theories. The approach to this research is through the legislative approach and case approach to DecisionNo. 574K/Pid.Sus/2018. Data analysis iscarried out qualitatively. The results of the study show that the judge's consideration of the Baiq Nuril case in the first instance Decision No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr emphasized the context and substance of the actions taken by Baiq Nuril, which were considered an effort to defend herself and protect her rights as a victim of verbal sexual harassment. This decision reflects an effort to balance legal interests with human rights, and emphasizes the importance of protecting victims in the legal process, so that the judge's decision focuses on aspects of justice and humanity. The consideration of the cassation judge uses the flow of legism or procedural justice in the ITE Law, thereby overturning Decision No. 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr. Legal protection for Baiq Nuril in Decision No. 574 K/Pid.Sus/2018 from a justice perspective reflects the absence of clear legal provisions in handling cases involving verbal sexual harassment and the protection of honorary workers working in government institutions.