Eksekusi lelang terhadap objek hak tanggungan sering dijadikan sebagai solusi paling ampuh bagi kreditur untuk memperoleh pelunasan utang dari debitur yang gagal bayar atau dalam kata lain wanprestasi. Namun seringkali kreditur memanfaatkan momen ini ketika objek hak tanggungan memiliki nilai yang lebih tinggi dari plafon kredit yang menjadi wanprestasi debitur. Hal tersebut akhir-akhir ini banyak dijumpai sejak terjadinya dampak ekonomi buruk yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 sehingga menyebabkan meningkatnya Non-Performing Loan (NPL) yang cukup tinggi, sehingga hal tersebut meningkatkan angka debitur macet atau gagal bayar yang berujung pada pelaksanaan eksekusi objek tanggungan. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tindakan eksekusi dilakukan dengan tata cara yang belum tentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan berujung pada tindakan yang semena-mena dan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi para debitur. Maka timbul dua rumusan masalah yang perlu dikaji terkait dengan keabsahan pelaksanaan eksekusi lelang ketika terdapat gugatan perbuatan melawan hukum yang belum incracht terhadap objek tangunggan serta bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi debitur yang masih melakukan perlawanan terhadap kreditur dalam proses eksekusi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimana resolusi dari rumusan masalah yang ada. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan pengkajian dan mempertimbangkan norma-norma hukum yang berlaku, peraturan perundang-undangan, serta doktrin-doktrin hukum terkait dengan permasalah ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksekusi lelang tidak dapat dilakukan jika terdapat gugatan yang belum incracht, namun hal ini terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku. Bagi para debitur yang melakukan perlawanan, perlu untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan yang seharusnya berlaku. Penelitian ini dikaji dengan sumber-sumber yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 213/06/2020 dan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) dan sumber hukum lainnya seperti pendapat ahli hukum, buku-buku, jurnal dan artikel online (2020-2024), serta ketentuan peraturan perundang-undangan, KUH Perdata, HIR, dan lainnya / The Auction execution of collateral objects is often used as the most effective solution for creditors to obtain debt repayment from debtors who fail to pay or in other words are in breach of contract. However, creditors often take advantage of this moment when the collateral object has a higher value than the credit ceiling that is the debtor's breach of contract. This has recently been found a lot since the negative economic impact caused by the COVID-19 pandemic, which has caused a fairly high increase in Non-Performing Loans (NPL), so that this has increased the number of debtors in default or default which has led to the execution of collateral objects. However, in its implementation, the execution action is often carried out in a manner that is not necessarily in accordance with statutory provisions, and ends in arbitrary and unlawful actions that cause losses to debtors. So there are two formulations of the problem that need to be studied related to the validity of the auction execution when there is a lawsuit for an unlawful act that has not yet become incracht against the collateral object and what form of legal protection is for debtors who are still resisting creditors in the execution process. The purpose of this study is to find out how the resolution of the existing problem formulation is. The research method used in this study is normative juridical by conducting a study and considering applicable legal norms, laws and regulations, and legal doctrines related to this problem. The results of this study indicate that the auction execution cannot be carried out if there is a lawsuit that has not been incracht, but there are applicable terms and conditions. For debtors who resist, it is necessary to pay attention to the provisions that should apply. This study was studied with sources that are in accordance with applicable provisions such as the provisions stipulated in the Minister of Finance Regulation (PMK) No. 213/06/2020 and the Mortgage Law (UUHT) and other legal sources such as the opinions of legal experts, books, journals and online articles (2020-2024), as well as provisions of laws and regulations, the Civil Code, HIR, and others