Latar Belakang: Dismenore merupakan masalah yang paling sering terjadi pada remaja yang telah mengalami menstruasi. Sebanyak 60–75% remaja Indonesia mengalami dismenore primer. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi dismenore primer, yaitu konsumsi makanan berserat, usia, usia menarke, riwayat keluarga, indeks massa tubuh, durasi dan siklus menstruasi, aktivitas fisik, stres, merokok, dan alkohol. Beberapa penelitian telah membahas mengenai pengaruh konsumsi makanan berserat dengan ada atau tidaknya dismenore primer, namun sangat jarang penelitian yang membahas mengenai pengaruhnya terhadap derajat keparahan dismenore primer. Tujuan: Mengetahui pengaruh konsumsi makanan berserat terhadap derajat keparahan dismenore primer pada mahasiswi praklinik Fakultas Kedokteran UPH. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling, dan jumlah sampel 133 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner WaLIDD score untuk mengetahui derajat dismenore dan DFI-FFQ untuk mengetahui konsumsi makanan berserat. Analisa dilakukan menggunakan metode Chi Square dan multivariat regresi logistik. Hasil: Hasil analisis bivariat antara konsumsi makanan berserat dan derajat keparahan dismenore primer menunjukkan OR 3,83 (95% CI: 1,64–8,98; p value 0,003). Hasil analisis multivariat menunjukkan konsumsi makanan berserat memiliki OR 3,85 (95% CI: 1,57–9,45; p value 0,003). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan berserat dengan derajat keparahan dismenore primer meskipun telah dikontrol dengan variabel perancu. / Background: Dysmenorrhea is the most common menstrual problem in adolescence. About 60–75% Indonesian adolescence experienced primary dysmenorrhea. There are several risk factors that may affect primary dysmenorrhea: fibrous food consumption, age, age of menarche, family history, body mass index, menstrual cycle and duration, physical activity, stress, smoking and alcohol. Previous studies have discussed about the effects of fibrous food consumption on either the existence or absence of primary dysmenorrhea, but studies about its effects on the severity of primary dysmenorrhea are still rare. Aim: To know the effects of fibrous food consumption on the severity of primary dysmenorrhea in preclinical medical students of UPH. Methods: This was an analytical study with cross-sectional study design with purposive sampling and the total sample was 133 subjects. Data were collected using WaLIDD score to assess the severity of dysmenorrhea and DFI-FFQ to assess the fibrous food consumption. The results were analyzed using Chi Square and multivariate logistic regression. Results: The result of bivariate analysis between the fibrous food consumption and the severity of primary dysmenorrhea showed OR=3.83 (95% CI: 1.64–8.98; p value 0.003). The result of multivariate analysis showed OR=3.85 (95% CI: 1,57– 9,45; p value 0,003). Conclusion: There is a significant relationship between fibrous food consumption and the severity of primary dysmenorrhea, even though it has been controlled with the confounding variables.