Semenjak adanya perubahan aturan yang semula mewajibkan TKA menggunakan Izin Penggunaan Tenaga Kerja Asing (IMTA), menjadi lebih mudah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU 6/2023) dan diterapkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2021 (Permenaker 8/2021). Bagi TKA yang akan bekerja di Indonesia cukup menyerahkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) saja. Setiap TKA wajib memiliki RPTKA tanpa terkecuali bagi Direksi atau Komisaris Asing. Ketentuan tersebut diperkuat dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa pemberi kerja dapat mempekerjakan tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja tenaga kerja asing lainnya untuk jabatan sebagai Direktur atau Komisaris. Namun hal ini menimbulkan konflik karena Direksi atau Komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas menjalankan dan mengawasi perusahaan serta tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007), sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja. Tesis ini bertujuan untuk membahas mengenai status direksi atau komisaris asing, dan apakah dapat dikategorikan sebagai pekerja atau tidak sebagai pekerja, sehingga terdapat aturan yang jelas dalam mengajukan izin rencana penggunaan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif yang mengkaji tulisan berdasarkan hukum. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui Pendekatan Statuta. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan adanya tumpang tindih peraturan yaitu UU 6/2023 dan Permenaker 8/2021 dengan penjelasan UU 40/2007 dalam mengkategorikan status Direksi dan Dewan Komisaris, yang mana berdasarkan statusnya Direksi dan Dewan Komisaris merupakan Organ Perseroan, tidak sebagai tenaga kerja. / Since there was a change in the rules which originally required foreign workers to use permits for foreign workers (IMTA), it became easier with the promulgation of Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation to Become Law (Law 6/2023) and implemented in the Minister of Manpower Regulation Number 8 of 2021 (Permenaker 8/2021), for foreign workers who will work in Indonesia it is enough to submit a Foreign Workers Utilization Plan (RPTKA) only. Every foreign worker is required to have an RPTKA without exception for foreign directors or commissioners. This provision is stated in Article 5 paragraphs (1) and (2) of the Minister of Manpower Regulation Number 8 of 2021 which states that employers can employ foreign workers who are currently employed by other employers for positions as Directors or Commissioners. However, this creates a conflict because the Directors or Commissioners are company organs tasked with running and supervising the company and are subject to the provisions of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (Law 40/2007), so they cannot be categorized as workers. This thesis aims to discuss the status of foreign directors or commissioners, and whether they can be categorized as workers or not as workers so that there are clear rules in applying for permission to plan to use foreign workers to work in Indonesia. This research uses the Normative Juridical method which examines writing based on law. The type of data used in this research is primary and secondary legal materials. The approach used in this research is through the Statute Approach. From the results of this research, it was found that there were overlapping regulations, namely Law 6/2023 and Minister of Manpower Regulation 8/2021 with an explanation of Law 40/2007 in categorizing the status of the Directors and Board of Commissioners, where based on their status the Directors and Board of Commissioners are Company Organs, not as workers.