Penyandang disabilitas tunanetra memiliki tantangan tersendiri dalam beraktivitas, terutama dalam kegiatan pementasan seni atau teater yang membutuhkan mobilisasi di ruang panggung. Penulisngnya, hingga saat ini masih banyak auditorium di lingkungan pendidikan yang belum memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan bagi tunanetra sebagai pelaku pementasan. Padahal, partisipasi dalam pementasan seni diyakini mampu meningkatkan rasa percaya diri murid (Sianipar et al., 2024). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengoptimalkan ruang gerak penyandang tunanetra dalam pementasan seni, dengan studi kasus auditorium di Pusat Edukasi Mitra Netra, Bandung, yang dirancang khusus oleh Penulis dan tim. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus instrumental, yaitu pendekatan yang mendalam terhadap satu objek untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas secara ilmiah. Aspek yang dianalisis meliputi tata letak dan bentuk ruang, sirkulasi, orientasi dan jarak antar bukaan, serta pola dan tekstur material. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditorium yang ramah bagi tunanetra harus memiliki bentuk ruang yang geometris agar mudah dikenali dan dihafal oleh penyandang tunanetra, sirkulasi yang baik memiliki ukuran minimal 90cm. Selain itu, pemilihan material, tekstur yang kontras baik dapat membantu penyandang tunanetra mengidentifikasi perpindahan ruangan dengan mendengar suara ketukan antara tongkat ke material, perbedaan tekstur, dan perubahan keterangan warna. Dengan perancangan ruang yang mempertimbangkan aspek-aspek tersebut, penyandang tunanetra dapat lebih aman, nyaman, dan percaya diri dalam berpartisipasi aktif dalam kegiatan pementasan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perancangan auditorium yang lebih inklusif di masa depan. / People with visual impairments have their own challenges in carrying out activities, especially in performing arts or theater activities that require mobilization on stage. Unfortunately, until now there are still many auditoriums in educational environments that have not paid attention to the safety and comfort aspects for blind people as performers. In fact, participation in performing arts is believed to be able to increase students' self-confidence (Sianipar et al., 2024). This study aims to analyze and optimize the space for movement of blind people in performing arts, with a case study of the auditorium at the Mitra Netra Education Center, Bandung, which was specially designed by the author and team. The research method used is an instrumental case study, which is an in-depth approach to one object to gain a broader scientific understanding. The aspects analyzed include the layout and shape of the space, circulation, orientation and distance between openings, and material patterns and textures. The results of the study show that an auditorium that is friendly to the blind must have a geometrisc shape so that it is easily recognized and memorized by blind people, good circulation has a minimum size of 90cm. In addition, the selection of materials, good contrasting textures can help blind people identify room changes by hearing the sound of tapping between the stick and the material, differences in texture, and changes in color information. With a space design that considers these aspects, blind people can be safer, more comfortable, and more confident in actively participating in performance activities. This research is expected to be a reference for designing more inclusive auditoriums in the future.